ESSAY
Tema : Mahasiswa Indonesia Cerdas dan Berprestasi
Created By : Gustina Nuzula
Pendidikan adalah aset berharga bagi setiap orang. Pentingnya pendidikan bagi setiap orang tidak lain adalah untuk meningkatkan derajat kehidupannya. Bahkan kualitas pendidikan menggambarkan kemajuan suatu daerah. Dari dulu hingga sekarang sektor pendidikan di Indonesia belum menjadi fokus utama pemerintah. Hak mereka yang hidup di daerah dan jauh dari ibu kota untuk mengenyam pendidikan belum tertunaikan. Artinya, pemerataan pendidikan di Indonesia belum terealisasikan meskipun ada berbagai usaha pemerintah untuk mewujudkan pendidikan seperti adanya sekolah gratis untuk SD, SMP dan SMA. Nyatanya masih banyak dareah terpencil yang masalah utamanya adalah sarana dan prasarana yang tidak memadai serta tenaga pendidik yang kurang dari segi kuantitas dan kualitasnya. Dengungan seperti itu sudah biasa didengar oleh telinga masyarakat. Dan ternyata ada hal tak biasa yang perlu diungkapkan. Tidak hanya sekolah yang berada daerah yang terpencil tetapi juga sekolah yang berada di ibu kota.
Sungguh suatu fenomena yang tragis, masih ada sekolah di daerah ibukota yang kurang diperhatikan oleh pemerintah. Sebenarnya apa yang terjadi? Baik di daerah terpencil maupun di daerah ibu kota sepertinya pendidikan belum dapat tersebar secara merata. Padahal seluruh masyarakat berhak memperoleh pendidikan tanpa memandang suku, agama latar belakang dan status sosial. Dalam UU Pengadilan Anak (UU No.3 Tahun 1997) sendiri, dijelaskan hak anak dalam hal pendidikan, antara lain tertuang pada pasal 9 ayat 1, yang berisi : Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Selanjutnya dalam Undang-undang Dasar Pasal 31 ayat 1 dan 2 yaitu :
1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
Sekolah Yayasan Nurani Insani di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat adalah salah satu buktinya. Sebagian besar siswa yang bersekolah di sini adalah anak-anak jalanan seperti pengamen, pengemis, pemulung, anak yatim piatu dan putus sekolah dan dhuafa lainnya. Mereka adalah potret bangsa indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, bahkan surat identitaspun mereka tidak punya. Yayasan ini sungguh mulia, memberikan bantuan yang tidak main-main. Sekolah bebas biaya, surat kelahiran maupun identitas lainnya diurus pihak sekolah, adanya pembekalan keterampilan dan tenaga pengajarnya pun tidak main-main meskipun sekolah ini masih tergolong sekolah informal. Berdasarkan keterangan di salah satu media, untuk guru bahasa inggris, kepala yayasan meminta bantuan pada warga negara asing yang tinggal di jakarta. Akan tetapi kepemilikan tanah bukan milik yayasan sehingga sewaktu-waktu sekolah ini dapat digusur. Ini sungguh tidak masuk akal. Saya rasa, jika kasus seperti ini terjadi di kawasan terpencil masih bisa diterima akal sehat karena akses transportasi dan komunikasinya susah sehingga sulit dijangkau oleh pemerintah.
Di mana peran pemerintah? di mana hati nurani pemerintah? Terkadang saya berfikir, coba kepala yayasannya saja yang diangkat menjadi Menteri Pendidikan. Tetapi saya sadar memang tidak semudah itu. Mungkin karena pemerintah merasa sekolah informal jarang disorot sehingga yang diutamakan adalah sekolah negeri yang ada di ibukota. Atau mungkin pemerintah tidak menyangka kalau anak jalanan masih punya niat untuk sekolah. Sudah semestinya pemerintah menyempatkan dirinya untuk mendengar komentar-komentar rakyat, untuk tidak membeda-bedakan kemana dana pendidikan harus dikucurkan. Potensi-potensi generasi bangsa mesti diselamatkan dan diangkat ke permukaan meskipun mereka berasal dari kalangan bawah.
Para pengajar dan siswa nurani insani menggantungkan harapan pada pemerintah untuk memberikan apresiasinya atas semangat belajar yang tinggi dari siswa dalam bentuk pengalihan kepemilikan tanah tersebut menjadi milik pemerintah agar tidak ada lagi kekhawatiran mereka akan bayang-bayang penggusuran tersebut. Menurut data dari PB PGRI sekitar 1,2 juta anak SD yang putus sekolah di seluruh Indonesia. Dan sedikitnya 2,7 juta anak SMP yang putus sekolah. Jika sekolah yayasan nurani Insani tersebut digusur, maka sekitar 600 pelajar dari jutaan anak yang putus sekolah tersebut akan sepenuhnya kembali ke jalanan.
Dengan adanya berbagai fenomena tragis tersebut diharapkan pemerintah dapat memberikan sedikit perhatian dan bantuannya dalam rangka pengembangan dan peningkatan derajat pendidikan masyarakat Indonesia ke semua kalangan termasuk kalangan ekonomi tidak mampu. Ingatlah, ketidakmampuan secara ekonomi bukan berarti tidak mampu juga untuk menggapai cita-cita.
ESSAY (DALAM BAHASA INGGRIS)
Theme : Smart dan Outstanding Indonesian University Student
Education for All
Education is a valuable asset for everyone. The importance of education for everyone, to increase the degree of life. Even the quality of education described the progress of an area. From the past until now the education sector in Indonesia has not been a major focus of the government. Rights of those living in the area and away from the capital to education has not been obtained. That is, the distribution of education in Indonesia has not been realized although there are government efforts to make education as a free school for elementary, junior high and high school. In fact there are still many remote areas that the main problem is inadequate of the infrastructure and less educator in terms of quantity and quality. Hum as it is commonly heard by the public's ear. And there was anything unusual that needs to be disclosed. Not only schools that are in remote areas, but also schools that are in the capital.
What a tragic phenomenon, there are still schools in the capital of the less attention by the government. Actually, what happened? Either in remote areas or in capital, education can not be spread evenly. Whereas, the entire community has the right to education regardless of race, religion, background and social status. In the Children Equitable Act (Act No.3 of 1997), described the rights of children in education, among others stipulated in article 9, paragraph 1, which contains: Every child has the right to education and instruction in the context of personal development and level of intelligence in accordance with the interests and his talent. Furthermore, in the Basic Law Article 31, paragraph 1 and 2, namely:
1. Every citizen has the right to education
2. Every citizen is obliged to follow the basic education and the government must finance
Foundation of Nurani Insani school at the Petamburan, Central Jakarta is one of the proof. Most students who study at here are the street children such as buskers, beggars, scavengers, orphans and school dropouts. They are portraits of Indonesian people who live below the poverty line, even they do not have identity letter. The foundation is truly noble, they provide serious helping effort. Free school, birth certificate or other identity maintained the school, there are skill purchase and provide great teaching skills even though the school is still relatively informal school. Based on the information in any media, for teachers of English, head of the foundation asked for assistance on foreign citizens living in Jakarta. But, ownership of land does not belong to the foundation so that at times these schools can be evicted. It's really not reasonable. I think, if this case occur in remote areas, it is reasonable because transportation and communication difficult to access and making it difficult to reach by the government.
Where the role of government? where the conscience of the government? Sometimes I think, let alone the head of his foundation was appointed Minister of Education. But I realize it's not easy. Maybe because the government feels informal schools rarely highlighted so that priority is a public school in the capital. Or maybe the government did not think that street children still have no intention to school. Government should make time to hear the comments of the people, to not discriminate where education funds should be disbursed. Generation potential of the nation must be rescued and brought to the surface even though they come from the bottom.
Teachers and students pinned their hopes on the government to give appreciation for the high spirit of the students' learning in the form of transfer ownership of the land belongs to the government so that no more fear the shadow of eviction. According to data from PB PGRI approximately 1.2 million children who drop out of elementary schools across Indonesia. And at least 2.7 million children who drop out of junior high school. If the school foundation Nurani Insani is evicted, then about 600 students from the millions of children who drop out of school will be fully returned to the streets.
Given the tragic phenomena are expected to goverment to give a little attention and assistance in the development and improvement of Indonesia's public education degrees to all people, including the inability economy. Please remember, the inability of the economy does not mean they not able to reach goals.